BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Good
governance secara sekilas bisa diartikan sebagai pemerintahan yang baik
dengan kata lain merupakan pemerintahan yang bisa disebut pemerintahan yang
ideal, akan tetapi wujudnya bagaimana dan bagaimana hal itu dapat dicapai masih
membutuhkan pemahaman yang lebih dalam lagi.
Sementara itu juga ada yang memahami good governance sebagai suatu kondisi yang menjamin
tentang adanya proses kesejajaran, kesamaan, dan keseimbangan peran serta,
saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat (citizen), dan usahawan (business).
Dan untuk mencapai pemerintahan yang bisa dikatakan good governace pastilah tak semudah yang
dibayangkan.
Maka dari itu sebagai upaya dalam menciptakan
pemerintahan yang baik atau good
governance munculah istilah reformasi birokrasi. Reformasi merupakan
merubah atau membuat sesuatu kearah yang lebih baik dan birokrasi merupakan
suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah atau dengan
kata lain dapat disebut sebagai birokrat. Jadi reformasi birokrasi merupakan
suatu arah pergerakan atau perubahan dalam perbaikan jalannya pemerintahan
terhadap pelayanan kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan good governance.
Sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan good governance reformasi birokrasi
dirasa perlu untuk dilakukan sebagai bentuk perbaikan sistem pemerintahan, maka
dari itu kami berkeinginan untuk membuat suatu makalah yang berjudul “Good
Governance dan Reformasi Birokrasi”.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan good governance?
2. Apa
yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
3. Apa
hubungan antara good governance dan
reformasi birokrasi?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan good
governance.
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan reformasi birokrasi.
3. Untuk
mengetahu bagaimana hubungan antara good
governance dan reformasi birokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Good Governance
Secara umum penyelengaraan pemerintahan yang
dimaksud dalam good governance itu berkaitan dengan isu transparansi,
akuntabilitas public, dan sebagainya. Secara konseptual dapat dipahami bahwa good governance menunjukan suatu proses
yang memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Institusi serta sumber
social dan politiknya tidak hanya sekedar dipergunakan untuk pembangunan,
tetapi juga untuk menciptakan integritas bagi kesejahteraan rakyat. Good governance juga dipahami sebagai suatu penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang solid yang bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar, pemerintahan yang efisien, serta pemerintahan yang bebas
dan bersih dari kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dengan demikian good governance adalah pemerintahan yang
baik dalam standar proses dan hasil-hasilnya, semua unsur perintahan bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari
rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat mengahmbat proses
pemabangunan.
Sementara itu juga ada yang memahami good governance sebagai suatu kondisi yang menjamin
tentang adanya proses kesejajaran, kesamaan, dan keseimbangan peran serta,
saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat (citizen), dan usahawan (business). Ketiga komponen itu mempunyai
tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding,
dipastikan terjadi pembiasan dan konsep good
governance tersebut.
Dalam workshop “Best Practices Reformasi Birokrasi”
di Surakarta, Bupati Jembrana I Gede Winasa mengungkapkan dalam konsep governance pada hakikatnya didukung oleh
tiga kaki yakni:
1. Tata
pemerintahan di bidang politik dimaksudkan sebagai proses pembuatan keputusan
untuk formulasi kebijakan public. Penyusunanya baik dilakukan oleh birokrasi
maupun birokrasi bersama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses ini
tidak hanya pada tataran implementasi, melainkan mulai dari formulasi,
implementasi, sampai evaluasi.
2. Tata
pemerintahan di bidang ekonomi, meliputi proses pembuatan keputusan untuk
memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara para
penyelenggara ekonomi, sector pemerintahan diharapkan tidak terlampau banyak
campur dan terjun langsung pada sector ekonomi karena ini bisa menimbulkan
distrosi mekanisme pasar.
3. Tata
pemerintahan di bidang administrasi adalah berisi implementasi kebijakan yang
telah diputuskan oleh institusi politik.
Pelayanan umum (public
service) adalah produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan haknya, maka pelayanan umum menjadi
suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintahan, dalam hal ini
pemerintah daerah sadar betul bahwa untuk mewujudkan konsep good governance mengandung sebuah tatanan
yang cukup berat, sehingga bermodalkan komitmen yang kuat dan kepercayaan
masyarakat, secara bertahap mulai menata kembali sinergi hubungan antara
pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Hubungan ketiga komponen tersebut
akan dapat sinergi apabila masing-masingnya memahami posisi dan tugasnya. Yang
menjadi permasalahan adalah kesenjangan pada ketiga komponen itu sangat tinggi.
Maka tidak ada pilihan, pemerintah harus melakukan upaya dalam pemberdayaan
menuju kemandirian melalui suatu system pelayanan yang optimal.
B. Reformasi Birokrasi
Dalam
berbagai kesempatan, untuk berbagai tujuan, istilah reformasi sering dilabelkan
pada setiap usaha yang dimaksudkan untuk melakukan perbaikan secara gradual,
bertahap dan berlangsung di sistem yang ada. Reformasi itu juga dipersamakan
dengan sebuah perubahan dan perbaikan atau sesuatu yang berkonotasi positif,
meskipun pada kenyataannya ia hanya jargon politis atau sesuatu yang hanya lip service. Begitupun ketika pemerintah
melakukan sejumlah perbaikan tata kelola (governance)
atau manajemen pemerintahan, maka upaya itu dengan serta merta dinyatakan
sebagai reformasi birokrasi.
Reformasi
atau apa pun namanya jika ia merujuk pada sebuah perubahan ke arah perbaikan,
maka ia sesungguhnya bukan sesuatu yang hanya dilakukan untuk saat atau oleh
kondisi tertentu. Mengacu pada istilah Michel Beer (2000:452) yang menyatakan
berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya, perbedaan
itulah yang menghasilkan suatu perubahan.
Jika
reformasi itu dimaknai sebagai buah dari sebuah perubahan, maka buah yang
dihasilkan dari proses perubahan yang kemudian disebut reformasi itu masih jauh
dari apa yang diharapkan sebagaimana ketentuan normatif atau teoritisnya.
Sejumlah kajian teoritis mengenai reformasi birokrasi di Indonesia menunjukan
bahwa proses reformasi atau perubahan dan perbaikan organisasi birokrasi itu
belum cukup menggembirakan. Berbagai telaah dan kajian teoritis empiris
menunjukkan bahwa proses reformasi birokrasi di Indonesia memerlukan kajian lebih
mendalam untuk memperoleh landasan teoritis ilmiah dan strategis yang tepat
dalam rangka implementasi proses birokrasi. Padahal menurut Mustopadidjaja
(2000), jika proses reformasi birokrasi bisa dijalankan dengan baik, maka akan
terwujudlah good governance di dalam
birokrasi di Indonesia yang selanjutnya bisa dijadikan alat untuk melakukan
pembangunan masyarakat madani. Soebhan (2000) menyatakan bahwa agar proses
reformasi birokrasi di Indonesia bisa berjalan secara optimal, maka model
keterkaitan birokrasi dengan politik harus dipisahkan dengan jelas dan tegas.
Reformasi
birokrasi atau apa pun padanan kata yang dimaksudkan sebagai sebuah perubahan
ke arah perbaikan sebuah usaha yang senantiasa dilakukan sebagai kebutuhan
objektif sebagai organisasi terbuka dari pengaruh dan senantiasa berusaha
menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan di mana organisasi itu hidup.
Beberapa
faktor yang mendorong timbulnya reformasi birokrasi pemerintah adalah :
1. Adanya
kebutuhan melakukan perubahan dan pembaharuan aparatur negaradan pemerintah itu
sangat tergantungdari kebutuhan dari pimpinan nasional. Jika pemimpin nasional
meras butuh melakukan perubahan psti perubahan dan pembaharuan aparatur itu
akan terwujud. Kebijakan itu didukung oleh kebijakan politik yang strategis dan
dijadikan suetu program nasional dengan dukungan seluruh komponen rakyat maka
perubahan dan pembaharuan aparatur negara/pemerintah bisa dilakukan.
2. Memahami
erubahan yang terjadi dilingungan strategis nasiona, faktor ini yang akan
menimbulkan rencana dan tindakan pembaharuan aparatur negara/pemerintah, jika
dilihat dan diamati semenjak jatuhnya pemerintahan ordebaru perubahan lingkungan strategis nasional kita
ialah, terjadi krisis ekonomi/moneter dan perubahan sistem politik nasionaal.
Dua kejadian ini yang perlu dijadikan dorongan dan rencana adanya perubahan
danpembaharuan aparatur.krisis moneter dengan sendirinya akan melahirkan suatu
kebijakan melakukan pembaharuan aparatur yang efektif dan effisien dan hemat.
Sedangkan perubahan sistem politik akan melahirkan sistem yang mengakomodasi
kepentingan-kepentingan dari kekuatan politik dan partai politik yang
memperoleh kepercayaan suara rakyat terbanyak, sehingga perlu ditata hubungan
sistem yang tepat antara jabatan-jabatan politik dan jabatan karier dari proses
rekruitmen, promosi dan netralitas birokrasi. Termasuk didalam diatur tentang
siapa dan bagaimana hubungannya pejabat negara dan ejabat politik.
3. Memahami
perubahan yan terjadi dilingkungan strategis global. Mendorong agar pembaharuan
aparatiur negara/pemerintah tidakberdiri sendiri melainkan mempertimbangkan
perubahan global tersebut, perubahan global antara lain sistem desentralisasi
dan demokrasi yang sedang banyak dipakai oleh negara-negara dipentas dunia yang
menginginkan juga terjadi kepemerintahan yang baik (Good Govermen). Selain itu
perkembangan teknologi informasi yang mulai diterapkan dalam pemerintahan yang
elektronik (e-goverment). Penggunaan e-goverment tidak lain agar pelayananyang
diberikan oleh aparatur pemerintah kepada rakyat memberikan kepuasan yang prima
kepada rakyat.
4. Memahami
perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan yang menuju ke
otonomi dan desentralisasi daerah
C. Hubungan Good Governance dan
Reformasi Birokrasi
Terbukti, buruknya birokrasi tetap menjadi salah
satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political
and Economic Risk Consultancy (PERC) yang terbaisi di Hongkong meneliti
pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats),
hasilnya birokrasi Indoneisa dinilai termasuk terburk dan belum mengalami
perbaikan berarti dibandingkan keadaan ditahun 1999, meskipun lebih baik
dibandingkan keadaan Cina, Vietnam, dan India.
Pada tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau
tidak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang memungkinkan, yakni nol
untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini
diperoleh berdasarkan engalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden
bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi Pemerintahan
Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan
orang terdekat.
1. Reformasi
Birokrasi di Indonesia
Reformasi
birokrasi pemerintah pertama pernah dilakukan dijaman pemerintahan Bung Karno
dengan slogan yang amat terkenal dengan kementrian yag ditugaskan melakukan
retooling. Retooling walalaupun mempunyai konotasi untuk melakukan pembaharuan
pegawai, menjadi penertiban dan pendayagunaan aparatur tekanannya masih
diartikan pegawai yakni orang-orang atau sumber daya manusia yang bekerja
sebagai aparat pemerintah dan negara.
Ketika
pemerintah proklamasi melaksanakan pemerintahan sendiri, indonesia masih meniru
dan mewarisi sistem administrasi dari pemerintahan kolonial. Ketika dijajah
Belanda yang lama sekali sistem administrasi pemerintahan kerajaan Belanda kita
pakaii dalam menata administrasi negara kita semenjak proklamasi. Pemerintahan
Jepang pernah juga menjajah negara kita, dan pernah sistem administrasi Jepang
dicoba dipakai untu sementara waktu. Karena sistem pemerintahan Belanda yang
lama diterapkan dinehagara jajahan saat itu, maka sistem ini lama-kelamaan
dirasakan tidak lagi memadahi lagi pula semangat ingin melepas dari warisan
kolonial dan semangat kemerdekaan yang masih berkorbar didada bangsa Indonesia,
makahal ini amat mendorong terciptanya sistem administrasi negara yang baru.
Saat itu di
Amerika Serikat dikembangkan sistem administrasi negara yang modern dan yang
lebih praktis dan efisien. Maka presiden Soekarn melalui perdana menteri
Almarhum H.Juanda mengundang perutusan dari Amerika Serikat .Guru besar ilmu
administrasi publik dari Cornel dan PittBurg didatangkan ke Indonesia untuk
memberikan saran pengembangan dan perbaukan sistem administrasi negara. Hasil
dari perutusan ini dilakukan refoemasi administrasi pemerintahan. Susunan
kementrian mulai ditata, didirikan lembaga yang menjadi pusat pelatihan dan
pengembangan tenaga-tenaga administrsi negara, didirikannya fakultas dan
universitas yang mengajarkan ilmu administrasi negara seperti yang dokembangkan
oleh Amerika Serikat, dan dibangun oleh
perancang nasional yang kelak kemudian berubah menjadi Bappenas
Reformasi pertama yang dilakukan ketika
zaman kepresidenan Soekarno didorong oleh perubahan yang terjadi dilingkungan
strategis rasional dan global. Lingkungan strategis nasional ialah berubahnya tatasistem pemerintahan yang
dijalankan berdasarkan warisan kolonial belanda ke arah tatanan sistem
administrasi yang bersifat modern pengaruh dari Amerika Serikat . pengaruh
global terjadi bermula dari sistem administrasi yang modern,praktis dan efisien
yang dikembangkan oleh Amerika Serikat tadi. Leverage points ditandai
dariadanya perubahan baik dilingkungan strategis nasional maupun global.
Pemerintahan presiden soekarno mempunyai pandangan yang jelas terhadap
Administrasi Negara. Perhatiannya untuk mengembangkan sistem administrasi
negara sangat berat dengan didirikannya pada waktu itu Lembaga Administrasi
Negara yang diharapkan sebagai lembaga kajian untuk mengembangkan ilmu
Administrasi Negara yang bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari dari
praktika kepemerintahan.
Reformasi kedua dilakukan ketiaka jaman
kepresidenan Soeharto. Dorongan untuk melakukan reformasi ini pun diawali oleh
keingina untuk membangun bangsa dan negara yang dimulai unntuk menyelenggarakan
stabilitas disegara sektor. Pembangunan kesejahteraan rakyat yang tidak bakal
terjadi kalau ekonomi bangsa ini tidak tumbuh. Untuk menumbuhkannya diperlukan
adanya stabilitas politik, pertahanan, keamanan, sosial dan sektor lainnya.
Dari keinginan mewujudkannya stabilitas ini maka visi pemerintahan presiden
Soeharto adalah harus dijalankan melalui sistem yang sentralistis. Pendekatan
kekuasaan, keamanan, dan pemusatan segala macam kebijakan dan urusan
dipemerintah pusat amat kelihatan sikali. Maka disusunlah suatu perubahan
kebijakan menaata kelembagaan dan sistem birokrasi pemerintah yang mendukung
terwujudnya visi sentral tersebut. Tahun 1974 lima tahun setelah presiden
Soeharto memegang kendali pemerintahan mengeluarkan Keppres no 44 dan 45 tahun 1974
sebagai tonggak dirombaknya dan disusun sistem dan struktur lembaga birokrasi
pemerintah. Semua organisasi dan sistem diseragamkan. Mulailah berturut-turut
adanya ketentuan perundangan yang menuju keseragaman itu. Susunan departemen
kita yang dipimpin para menteri diseragamkan susunan dan sistemnya. Sistem
penyusunan, peaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sistem rekruitment
pegawai dan pegangkatan jabatan dalam
jabatan, sistem diklat pegawai dll.
Susunan pemerintahan daerah dan desa pun
diseragamkan untuk seluruh negara kita melalui UU no 5/1974 tentang pemeritahan
daerah dan UU 5/1979 tentang pemerintahan Desa.
Reformasi Administrasi Negara yang
dilakukan oleh presiden soeharto karena didorong oleh perubahan sistem
lingkungan strategis nasional dari pemerintahan Soekarno orde lama ke
pemerintahan Soeharto orde baru. Dan
adanya dorongan melakukan pembagunan ekonomi. Sementara lingkungan strategis
global ditandai dengan perlunyabantuan dari negara donor untuk membantu
kebijakan dan program pembangunan yang dilakukannya. Bantuan atau pinjaman
merupakan tatanan global yang harus ditaati dan diperhatikan untuk keberhasilan
pembangunan. Dari kebijakan bantuan luar negeri ini, ulailah bangsa ini
senantiasa mengandalkan jasa-jasa dan
mulai dikuasainya kebijakan pemerintah oleh kebutuhan negara lain. Walaupun
pada akhirna setelah kejatuhan
pemerintahannya beban pinjama ini sangat
memberatkan kondisi ekonomi bangsa saat ini.
Kedua presiden terdahulu mempunyai
perhatian besar terhadap pengembangan ilmu administrasi negara untuk
kemanfaatan pemerintahan yang dipimpinnya . keduanya melakukan reformasi karena
didorong oleh leverage point yang jelas baik pada tatanan lingkungan strategis
nasional maupun global. Itulah reformasi yang dilakukan diawal tahun 1998,
pemerintah hingga kini belum pernah melakukan reformasi dan bahkan pemerintah silih berganti itu
kurang perhatiannya terhadap sistem da tatalaksanana administrasi negara.
Sejak era reformasi tata keperintahan
dari sistem sentralisasi telah berubah menuju sistem desentralisasi dengan
dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. UU no 22/1999 dan kemudian diganti
menjadi UU no 32/2004 dan ditahun 2008 direvisi menjadi UU no 12/2008 merupaka
kebijakan pemerintah untuk melakukan reformasi tata keperintahan. Akan tetapi
kelanjutan untuk melakukan reformasi dibidang lembaga administrasi negara.
2. Rapor
Buruk Birokrasi Indonesia
Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki
raport buruk, khususnya smasa Orde Baru, yang menjadikan birikrasi sebagai
mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang
mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa
yang bertanggunngjawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan
birokrasi.
Fenomena itu terjadi karena tradisi
birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat
dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi
politisasi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat
mempertahankan kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat politik
yang kini menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya
tersebut dnegan mengaburkan antara pejabat karier dengan nonkarier. Sikap
mental seperti ini dapat membawa birokrasi pemeritahan Indonesia kembali kepada
kondisi birokrasi pemerintahan pada masa Orde Baru. Bahkan kemunculan RUU
Administrasi Pemerinthan turut mendapat respon yang cukup agresif dari para
pejabat politik melalui fraksi-fraksi di DPR yang berusaha mengakomodasikan
kepentingan jabatan politik mereka untuk dapat menduduki jabatan birokrasi.
Reformasi birokrasi pemerintahan saat
ini memang belum sepenuhnya terlihat. Birokrasi pemerintahan masih kental
dengan nuansa klasik, yaitu kekuasaan tunggal ada di tangan pemerintahan.
Selain itu, rancangan besar yang lengkap dan tuntas mengenai penyelenggaraan
birokrasi pemerintahan belum terlihat. Struktur organisasi pemerintahan
tergolong gemuk, sehingga kegiatan yang dilakukan cenderung boros.
Good Gavernance sering diartikan sebagai
indicator terealisasikannya reformasi birokrasi dengan terpenuhinya
prinsip-prinsip, seperti :
a. Partisipai
masyarakat
b. Tegaknya
supremasi hukum
c. Transparansi
d. Kepedulian
kepada stakeholder
e. Berorientasi
kepada consensus
f. Kesetaraan
g. Efektivitas
dan efesiensi
h. Akuntabilitas
i.
Visi strategis
Reformasi didefinisikan sebagai
perubahan raikal untuk perbaikan di berbagai bidang dalam suatu masyarakat atau
negara. Dengan demikian, reformasi birokrasi adalah perubahan raikal dalam bidang
sistem pemerintahan.
Menurut teori liberal, birokrasi
pemerintahan menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang mempunyai akses
langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan umm.
Dengan demikian, birokrasi pemerintahan itu bukan hanya diisi oleh para
birokrat, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat
politik, (Carino, 1994). Demikian pula sebaliknya, didalam birokrasi
pemerintahan itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik dari partai politik
tertentu, melainkan ada juga pemimpin birokrasi karier professional.
3. Mewujudkan
Good Governance
Pada awal tahun 1900-an, diadakan
pertemuan negara-negara donor yang dipromotori oleh Bank Dunia. Ertemuan ini,
kemudian dikenal sebgai “Konsensus Washington”. Dalam pertemuan itu terungkap,
banyak bantuan asing “bocor” akibat praktik bad governance (pemerintah yang
tidak dikenal akuntabel, tidak transparan, penyalahgunaan wewenang, korupsi,
dll). Oleh karena itu, kemudian diseokatai bahwa penerima bantuan harus diberi
persyaratan (conditionality), yaitu kesediaan untuk mempraktikkan good
governance (keterbukaan, demokrasi, check and balances, dll). Maka sejak
pertengahan 1900-an, bantuan asing disertai kondisionalitas untuk mengurangi
kebocoran bantuan asing dan efektivitas pemerintahan negara berkembang.
Governance merupakan paradigma baru
dalam tatanan pengelolaan kepemrintahan. Ada tiga pilar governance, yaitu
pemerintahan, sector swasta, dan masyarakat. Sementara itu, paradigm
pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah government sebagai
satu-satunya penyelenggara pemerintahan.
Dengan bergesernya paradigma dari goeverment ke arah governance, yang menekankan pada kaloborasi dalam kesehatan dan
keseimbangan antara pemerintahan, sekor swasta, dan masyarakat madani (civil society), maka dikembangkan
pandangan atau paradigm baru administrasi publik yang disebut dengan
kepemerintahan yang baik (good governance).
Good governance mengandung arti hubungan
yang sinergis dan kontruktif diantara negara, sector swasta, dan masyarakat (society).
Seperti yang disampaikan Bob Sugeng
Hadiwinata, asumsi dasar good governance
haruslah menciptakan sinergi antara sektor pemerintahan (menyediakan perangkat
aturan dan kebijakan),sektor bisnis (menggerakkan roda perekonominan), dan
sector civil society (aktivitas
swadaya guna mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efesiensi).
Syarat bagi terciptana good governance, yang merupakan prinsip
dasar, meliputi :
a. Partisipatoris,
setiap pembuatan peraturan dan kebijakan selalu melibatkan unsur masyarkat
(melaui wakil-waklnya).
b. Rule
of law,
harus ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlingdungan
HAM, tidak memihak, berlaku pada semua warga.
c. Transparansi,
adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara
dengan inforamasi yang terbuka untuk publik.
d. Responsiveness,
lembaga public harus mampu merespon kebuthan masyarakat, penyelesaian harus
mengutamakan cara dialogmusyawarah menjadi consensus.
e. Persamaan hak,
pemerintahan harus menjamin bahwa semua pihak, anpa terkecuali, dilibatkan di
dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan.
f. Efektivitas dan efisiensi,
pemerintahan harus efektif (abash) dan efesien dalam memproduksi output berupa
aturan, kebijakan, pengelolaan keunagan negara, dll.
g. Akuntabilitas,
suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya.
Imlementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan
mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang terjadi pada organisasi dan
secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tertentu, sebagai antisipasi
terhadap tuntutan pihak-[ihak yang berkepentingan.
Menurut Institute on Govenance (1996), sebagaimana di kutip Nisjar (1997),
untuk menciptakan good governance
perlu diciptakan hal-hal sebagai berikut :
a. Kerangka
kerja tim (team work) antarorganisasi, depertemen, dan wilayah.
b. Hubungan
kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam masyarakat negara yang
bersangkutan.
c. Pemahaman
dan komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggungjawab bersama dan
kerjasama dalam suatu kerepaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
d. Adanya
dukungan dan sistem imbalan yang menandai untuk mendorong terciptanya kemampuan
dan keberanian menanggung risiko (risk
taking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistik dapat
dekembangkan.
e. Adanya
pelayanan adminstrasi masyarakat public yang berorientasi pada masyarakat,
mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan kepada asas pemerataan
dan keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap professional, dan
tidak memihak (non-partisipan).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut unsur-unsur kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur negara atau
birokrat.
Tujuan dari adanya reformasi birokrasi yaitu sebagai
upaya dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan ideal
yaitu good governance.
Good governance memiliki
tiga komponen dalam pelaksanaannya sebagai suatu sistem yang harus saling
bekerja sama menjaga keseimbangan dan saling mengontrol. Tiga komponen tersebut
yaitu pemerintah (government), rakyat
(citizen), dan usahawan (business). Ketiga komponen itu mempunyai
tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding,
dipastikan terjadi pembiasan dan konsep good
governance tersebut.
B.
Rekomendasi
Untuk memperbaiki
kesalah dalam pembuatan makalah ini kami memohon dengan penuh hormat kepada
semua pihak baik dosen pengampu mata kuliah birokrasi ataupun rekan-rekan
seperjuangan untuk dapat ikut serta memberikan kritikan dan masukan dalam perbaiki makalah ini.
Di harapkan dengan
adanya reformasi birokrasi, pemerintahan yang baik, efektif, efisien dan
terbebas dari praktek KKN dapat diwujudkan sebagai upaya menuju good governance.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Zaidan. 2013. Manajemen
Pemerintahan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
Ridwan, Junarsa dan Sodik Sudrajat, Ahmad. 2012. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung:
Nuansa.
Santoso, Panji. 2012. Administrasi Publik. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sulaiman, Asep. 2013. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Fadillah Press.
Wibawa, Samodra. 2009. Administrasi Negara: Isu-Isu Kontemporer
. Yogyakarta: Graha Illmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar