Sabtu, 23 September 2017

GOOD GOVERNANCE DAN REFORMASI BIROKRASI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Good governance secara sekilas bisa diartikan sebagai pemerintahan yang baik dengan kata lain merupakan pemerintahan yang bisa disebut pemerintahan yang ideal, akan tetapi wujudnya bagaimana dan bagaimana hal itu dapat dicapai masih membutuhkan pemahaman yang lebih dalam lagi.
Sementara itu juga ada yang memahami good governance  sebagai suatu kondisi yang menjamin tentang adanya proses kesejajaran, kesamaan, dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat (citizen), dan usahawan (business).
Dan untuk mencapai pemerintahan yang bisa dikatakan good governace pastilah tak semudah yang dibayangkan.
Maka dari itu sebagai upaya dalam menciptakan pemerintahan yang baik atau good governance munculah istilah reformasi birokrasi. Reformasi merupakan merubah atau membuat sesuatu kearah yang lebih baik dan birokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah atau dengan kata lain dapat disebut sebagai birokrat. Jadi reformasi birokrasi merupakan suatu arah pergerakan atau perubahan dalam perbaikan jalannya pemerintahan terhadap pelayanan kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan good governance.
Sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan good governance reformasi birokrasi dirasa perlu untuk dilakukan sebagai bentuk perbaikan sistem pemerintahan, maka dari itu kami berkeinginan untuk membuat suatu makalah yang berjudul “Good Governance dan Reformasi Birokrasi”.
B.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan good governance?
2.      Apa yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
3.      Apa hubungan antara good governance dan reformasi birokrasi?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan good governance.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan reformasi birokrasi.
3.      Untuk mengetahu bagaimana hubungan antara good governance dan reformasi birokrasi.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Good Governance
Secara umum penyelengaraan pemerintahan yang dimaksud dalam good governance itu berkaitan dengan isu transparansi, akuntabilitas public, dan sebagainya. Secara konseptual dapat dipahami bahwa good governance menunjukan suatu proses yang memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Institusi serta sumber social dan politiknya tidak hanya sekedar dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan integritas bagi kesejahteraan rakyat. Good governance  juga dipahami sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang solid yang bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar, pemerintahan yang efisien, serta pemerintahan yang bebas dan bersih dari kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dengan demikian good governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan hasil-hasilnya, semua unsur perintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat mengahmbat proses pemabangunan.
Sementara itu juga ada yang memahami good governance  sebagai suatu kondisi yang menjamin tentang adanya proses kesejajaran, kesamaan, dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat (citizen), dan usahawan (business). Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding, dipastikan terjadi pembiasan dan konsep good governance tersebut.
Dalam workshop “Best Practices Reformasi Birokrasi” di Surakarta, Bupati Jembrana I Gede Winasa mengungkapkan dalam konsep governance pada hakikatnya didukung oleh tiga kaki yakni:
1.      Tata pemerintahan di bidang politik dimaksudkan sebagai proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan public. Penyusunanya baik dilakukan oleh birokrasi maupun birokrasi bersama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses ini tidak hanya pada tataran implementasi, melainkan mulai dari formulasi, implementasi, sampai evaluasi.
2.      Tata pemerintahan di bidang ekonomi, meliputi proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara para penyelenggara ekonomi, sector pemerintahan diharapkan tidak terlampau banyak campur dan terjun langsung pada sector ekonomi karena ini bisa menimbulkan distrosi mekanisme pasar.
3.      Tata pemerintahan di bidang administrasi adalah berisi implementasi kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik.
Pelayanan umum (public service) adalah produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan haknya, maka pelayanan umum menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintahan, dalam hal ini pemerintah daerah sadar betul bahwa untuk mewujudkan konsep good governance mengandung sebuah tatanan yang cukup berat, sehingga bermodalkan komitmen yang kuat dan kepercayaan masyarakat, secara bertahap mulai menata kembali sinergi hubungan antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Hubungan ketiga komponen tersebut akan dapat sinergi apabila masing-masingnya memahami posisi dan tugasnya. Yang menjadi permasalahan adalah kesenjangan pada ketiga komponen itu sangat tinggi. Maka tidak ada pilihan, pemerintah harus melakukan upaya dalam pemberdayaan menuju kemandirian melalui suatu system pelayanan yang optimal.       
B.     Reformasi Birokrasi
Dalam berbagai kesempatan, untuk berbagai tujuan, istilah reformasi sering dilabelkan pada setiap usaha yang dimaksudkan untuk melakukan perbaikan secara gradual, bertahap dan berlangsung di sistem yang ada. Reformasi itu juga dipersamakan dengan sebuah perubahan dan perbaikan atau sesuatu yang berkonotasi positif, meskipun pada kenyataannya ia hanya jargon politis atau sesuatu yang hanya lip service. Begitupun ketika pemerintah melakukan sejumlah perbaikan tata kelola (governance) atau manajemen pemerintahan, maka upaya itu dengan serta merta dinyatakan sebagai reformasi birokrasi.
Reformasi atau apa pun namanya jika ia merujuk pada sebuah perubahan ke arah perbaikan, maka ia sesungguhnya bukan sesuatu yang hanya dilakukan untuk saat atau oleh kondisi tertentu. Mengacu pada istilah Michel Beer (2000:452) yang menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan suatu perubahan.
Jika reformasi itu dimaknai sebagai buah dari sebuah perubahan, maka buah yang dihasilkan dari proses perubahan yang kemudian disebut reformasi itu masih jauh dari apa yang diharapkan sebagaimana ketentuan normatif atau teoritisnya. Sejumlah kajian teoritis mengenai reformasi birokrasi di Indonesia menunjukan bahwa proses reformasi atau perubahan dan perbaikan organisasi birokrasi itu belum cukup menggembirakan. Berbagai telaah dan kajian teoritis empiris menunjukkan bahwa proses reformasi birokrasi di Indonesia memerlukan kajian lebih mendalam untuk memperoleh landasan teoritis ilmiah dan strategis yang tepat dalam rangka implementasi proses birokrasi. Padahal menurut Mustopadidjaja (2000), jika proses reformasi birokrasi bisa dijalankan dengan baik, maka akan terwujudlah good governance di dalam birokrasi di Indonesia yang selanjutnya bisa dijadikan alat untuk melakukan pembangunan masyarakat madani. Soebhan (2000) menyatakan bahwa agar proses reformasi birokrasi di Indonesia bisa berjalan secara optimal, maka model keterkaitan birokrasi dengan politik harus dipisahkan dengan jelas dan tegas.
Reformasi birokrasi atau apa pun padanan kata yang dimaksudkan sebagai sebuah perubahan ke arah perbaikan sebuah usaha yang senantiasa dilakukan sebagai kebutuhan objektif sebagai organisasi terbuka dari pengaruh dan senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan di mana organisasi itu hidup.
Beberapa faktor yang mendorong timbulnya reformasi birokrasi pemerintah adalah :
1.      Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaharuan aparatur negaradan pemerintah itu sangat tergantungdari kebutuhan dari pimpinan nasional. Jika pemimpin nasional meras butuh melakukan perubahan psti perubahan dan pembaharuan aparatur itu akan terwujud. Kebijakan itu didukung oleh kebijakan politik yang strategis dan dijadikan suetu program nasional dengan dukungan seluruh komponen rakyat maka perubahan dan pembaharuan aparatur negara/pemerintah  bisa dilakukan.
2.      Memahami erubahan yang terjadi dilingungan strategis nasiona, faktor ini yang akan menimbulkan rencana dan tindakan pembaharuan aparatur negara/pemerintah, jika dilihat dan diamati semenjak jatuhnya pemerintahan ordebaru  perubahan lingkungan strategis nasional kita ialah, terjadi krisis ekonomi/moneter dan perubahan sistem politik nasionaal. Dua kejadian ini yang perlu dijadikan dorongan dan rencana adanya perubahan danpembaharuan aparatur.krisis moneter dengan sendirinya akan melahirkan suatu kebijakan melakukan pembaharuan aparatur yang efektif dan effisien dan hemat. Sedangkan perubahan sistem politik akan melahirkan sistem yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan dari kekuatan politik dan partai politik yang memperoleh kepercayaan suara rakyat terbanyak, sehingga perlu ditata hubungan sistem yang tepat antara jabatan-jabatan politik dan jabatan karier dari proses rekruitmen, promosi dan netralitas birokrasi. Termasuk didalam diatur tentang siapa dan bagaimana hubungannya pejabat negara dan ejabat politik.
3.      Memahami perubahan yan terjadi dilingkungan strategis global. Mendorong agar pembaharuan aparatiur negara/pemerintah tidakberdiri sendiri melainkan mempertimbangkan perubahan global tersebut, perubahan global antara lain sistem desentralisasi dan demokrasi yang sedang banyak dipakai oleh negara-negara dipentas dunia yang menginginkan juga terjadi kepemerintahan yang baik (Good Govermen). Selain itu perkembangan teknologi informasi yang mulai diterapkan dalam pemerintahan yang elektronik (e-goverment). Penggunaan e-goverment tidak lain agar pelayananyang diberikan oleh aparatur pemerintah kepada rakyat memberikan kepuasan yang prima kepada rakyat.
4.      Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan yang menuju ke otonomi dan desentralisasi daerah
C.    Hubungan Good Governance dan Reformasi Birokrasi
Terbukti, buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang terbaisi di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indoneisa dinilai termasuk terburk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan ditahun 1999, meskipun lebih baik dibandingkan keadaan Cina, Vietnam, dan India.
Pada tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tidak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang memungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan engalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi Pemerintahan Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
1.      Reformasi Birokrasi di Indonesia
Reformasi birokrasi pemerintah pertama pernah dilakukan dijaman pemerintahan Bung Karno dengan slogan yang amat terkenal dengan kementrian yag ditugaskan melakukan retooling. Retooling walalaupun mempunyai konotasi untuk melakukan pembaharuan pegawai, menjadi penertiban dan pendayagunaan aparatur tekanannya masih diartikan pegawai yakni orang-orang atau sumber daya manusia yang bekerja sebagai aparat pemerintah dan negara.
Ketika pemerintah proklamasi melaksanakan pemerintahan sendiri, indonesia masih meniru dan mewarisi sistem administrasi dari pemerintahan kolonial. Ketika dijajah Belanda yang lama sekali sistem administrasi pemerintahan kerajaan Belanda kita pakaii dalam menata administrasi negara kita semenjak proklamasi. Pemerintahan Jepang pernah juga menjajah negara kita, dan pernah sistem administrasi Jepang dicoba dipakai untu sementara waktu. Karena sistem pemerintahan Belanda yang lama diterapkan dinehagara jajahan saat itu, maka sistem ini lama-kelamaan dirasakan tidak lagi memadahi lagi pula semangat ingin melepas dari warisan kolonial dan semangat kemerdekaan yang masih berkorbar didada bangsa Indonesia, makahal ini amat mendorong terciptanya sistem administrasi negara yang baru.
Saat itu di Amerika Serikat dikembangkan sistem administrasi negara yang modern dan yang lebih praktis dan efisien. Maka presiden Soekarn melalui perdana menteri Almarhum H.Juanda mengundang perutusan dari Amerika Serikat .Guru besar ilmu administrasi publik dari Cornel dan PittBurg didatangkan ke Indonesia untuk memberikan saran pengembangan dan perbaukan sistem administrasi negara. Hasil dari perutusan ini dilakukan refoemasi administrasi pemerintahan. Susunan kementrian mulai ditata, didirikan lembaga yang menjadi pusat pelatihan dan pengembangan tenaga-tenaga administrsi negara, didirikannya fakultas dan universitas yang mengajarkan ilmu administrasi negara seperti yang dokembangkan oleh Amerika  Serikat, dan dibangun oleh perancang nasional yang kelak kemudian berubah menjadi Bappenas
Reformasi pertama yang dilakukan ketika zaman kepresidenan Soekarno didorong oleh perubahan yang terjadi dilingkungan strategis rasional dan global. Lingkungan strategis nasional  ialah berubahnya tatasistem pemerintahan yang dijalankan berdasarkan warisan kolonial belanda ke arah tatanan sistem administrasi yang bersifat modern pengaruh dari Amerika Serikat . pengaruh global terjadi bermula dari sistem administrasi yang modern,praktis dan efisien yang dikembangkan oleh Amerika Serikat tadi. Leverage points ditandai dariadanya perubahan baik dilingkungan strategis nasional maupun global. Pemerintahan presiden soekarno mempunyai pandangan yang jelas terhadap Administrasi Negara. Perhatiannya untuk mengembangkan sistem administrasi negara sangat berat dengan didirikannya pada waktu itu Lembaga Administrasi Negara yang diharapkan sebagai lembaga kajian untuk mengembangkan ilmu Administrasi Negara yang bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari dari praktika kepemerintahan.
Reformasi kedua dilakukan ketiaka jaman kepresidenan Soeharto. Dorongan untuk melakukan reformasi ini pun diawali oleh keingina untuk membangun bangsa dan negara yang dimulai unntuk menyelenggarakan stabilitas disegara sektor. Pembangunan kesejahteraan rakyat yang tidak bakal terjadi kalau ekonomi bangsa ini tidak tumbuh. Untuk menumbuhkannya diperlukan adanya stabilitas politik, pertahanan, keamanan, sosial dan sektor lainnya. Dari keinginan mewujudkannya stabilitas ini maka visi pemerintahan presiden Soeharto adalah harus dijalankan melalui sistem yang sentralistis. Pendekatan kekuasaan, keamanan, dan pemusatan segala macam kebijakan dan urusan dipemerintah pusat amat kelihatan sikali. Maka disusunlah suatu perubahan kebijakan menaata kelembagaan dan sistem birokrasi pemerintah yang mendukung terwujudnya visi sentral tersebut. Tahun 1974 lima tahun setelah presiden Soeharto memegang kendali pemerintahan mengeluarkan Keppres no 44 dan 45 tahun 1974 sebagai tonggak dirombaknya dan disusun sistem dan struktur lembaga birokrasi pemerintah. Semua organisasi dan sistem diseragamkan. Mulailah berturut-turut adanya ketentuan perundangan yang menuju keseragaman itu. Susunan departemen kita yang dipimpin para menteri diseragamkan susunan dan sistemnya. Sistem penyusunan, peaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sistem rekruitment pegawai dan  pegangkatan jabatan dalam jabatan, sistem diklat pegawai  dll. Susunan pemerintahan daerah  dan desa pun diseragamkan untuk seluruh negara kita melalui UU no 5/1974 tentang pemeritahan daerah dan UU 5/1979 tentang pemerintahan Desa.
Reformasi Administrasi Negara yang dilakukan oleh presiden soeharto karena didorong oleh perubahan sistem lingkungan strategis nasional dari pemerintahan Soekarno orde lama ke pemerintahan  Soeharto orde baru. Dan adanya dorongan melakukan pembagunan ekonomi. Sementara lingkungan strategis global ditandai dengan perlunyabantuan dari negara donor untuk membantu kebijakan dan program pembangunan yang dilakukannya. Bantuan atau pinjaman merupakan tatanan global yang harus ditaati dan diperhatikan untuk keberhasilan pembangunan. Dari kebijakan bantuan luar negeri ini, ulailah bangsa ini senantiasa  mengandalkan jasa-jasa dan mulai dikuasainya kebijakan pemerintah oleh kebutuhan negara lain. Walaupun pada akhirna  setelah kejatuhan pemerintahannya beban pinjama ini sangat  memberatkan kondisi ekonomi bangsa saat ini.
Kedua presiden terdahulu mempunyai perhatian besar terhadap pengembangan ilmu administrasi negara untuk kemanfaatan pemerintahan yang dipimpinnya . keduanya melakukan reformasi karena didorong oleh leverage point yang jelas baik pada tatanan lingkungan strategis nasional maupun global. Itulah reformasi yang dilakukan diawal tahun 1998, pemerintah hingga kini belum pernah melakukan reformasi  dan bahkan pemerintah silih berganti itu kurang perhatiannya terhadap sistem da tatalaksanana administrasi negara.
Sejak era reformasi tata keperintahan dari sistem sentralisasi telah berubah menuju sistem desentralisasi dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. UU no 22/1999 dan kemudian diganti menjadi UU no 32/2004 dan ditahun 2008 direvisi menjadi UU no 12/2008 merupaka kebijakan pemerintah untuk melakukan reformasi tata keperintahan. Akan tetapi kelanjutan untuk melakukan reformasi dibidang lembaga administrasi negara.
2.      Rapor Buruk Birokrasi Indonesia
Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya smasa Orde Baru, yang menjadikan birikrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa yang bertanggunngjawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi.
Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisasi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat politik yang kini menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya tersebut dnegan mengaburkan antara pejabat karier dengan nonkarier. Sikap mental seperti ini dapat membawa birokrasi pemeritahan Indonesia kembali kepada kondisi birokrasi pemerintahan pada masa Orde Baru. Bahkan kemunculan RUU Administrasi Pemerinthan turut mendapat respon yang cukup agresif dari para pejabat politik melalui fraksi-fraksi di DPR yang berusaha mengakomodasikan kepentingan jabatan politik mereka untuk dapat menduduki jabatan birokrasi.
Reformasi birokrasi pemerintahan saat ini memang belum sepenuhnya terlihat. Birokrasi pemerintahan masih kental dengan nuansa klasik, yaitu kekuasaan tunggal ada di tangan pemerintahan. Selain itu, rancangan besar yang lengkap dan tuntas mengenai penyelenggaraan birokrasi pemerintahan belum terlihat. Struktur organisasi pemerintahan tergolong gemuk, sehingga kegiatan yang dilakukan cenderung boros.
Good Gavernance sering diartikan sebagai indicator terealisasikannya reformasi birokrasi dengan terpenuhinya prinsip-prinsip, seperti :
a.       Partisipai masyarakat
b.      Tegaknya supremasi hukum
c.       Transparansi
d.      Kepedulian kepada stakeholder
e.       Berorientasi kepada consensus
f.       Kesetaraan
g.      Efektivitas dan efesiensi
h.      Akuntabilitas
i.        Visi strategis
Reformasi didefinisikan sebagai perubahan raikal untuk perbaikan di berbagai bidang dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan demikian, reformasi birokrasi adalah perubahan raikal dalam bidang sistem pemerintahan.
Menurut teori liberal, birokrasi pemerintahan menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan umm. Dengan demikian, birokrasi pemerintahan itu bukan hanya diisi oleh para birokrat, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik, (Carino, 1994). Demikian pula sebaliknya, didalam birokrasi pemerintahan itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik dari partai politik tertentu, melainkan ada juga pemimpin birokrasi karier professional.

3.      Mewujudkan Good Governance
Pada awal tahun 1900-an, diadakan pertemuan negara-negara donor yang dipromotori oleh Bank Dunia. Ertemuan ini, kemudian dikenal sebgai “Konsensus Washington”. Dalam pertemuan itu terungkap, banyak bantuan asing “bocor” akibat praktik bad governance (pemerintah yang tidak dikenal akuntabel, tidak transparan, penyalahgunaan wewenang, korupsi, dll). Oleh karena itu, kemudian diseokatai bahwa penerima bantuan harus diberi persyaratan (conditionality), yaitu kesediaan untuk mempraktikkan good governance (keterbukaan, demokrasi, check and balances, dll). Maka sejak pertengahan 1900-an, bantuan asing disertai kondisionalitas untuk mengurangi kebocoran bantuan asing dan efektivitas pemerintahan negara berkembang.
Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemrintahan. Ada tiga pilar governance, yaitu pemerintahan, sector swasta, dan masyarakat. Sementara itu, paradigm pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah government sebagai satu-satunya penyelenggara pemerintahan.
Dengan bergesernya paradigma dari goeverment ke arah governance, yang menekankan pada kaloborasi dalam kesehatan dan keseimbangan antara pemerintahan, sekor swasta, dan masyarakat madani (civil society), maka dikembangkan pandangan atau paradigm baru administrasi publik yang disebut dengan kepemerintahan yang baik (good governance).
Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan kontruktif diantara negara, sector swasta, dan masyarakat (society).
Seperti yang disampaikan Bob Sugeng Hadiwinata, asumsi dasar good governance haruslah menciptakan sinergi antara sektor pemerintahan (menyediakan perangkat aturan dan kebijakan),sektor bisnis (menggerakkan roda perekonominan), dan sector civil society (aktivitas swadaya guna mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efesiensi).
Syarat bagi terciptana good governance, yang merupakan prinsip dasar, meliputi :
a.       Partisipatoris, setiap pembuatan peraturan dan kebijakan selalu melibatkan unsur masyarkat (melaui wakil-waklnya).
b.      Rule of law, harus ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlingdungan HAM, tidak memihak, berlaku pada semua warga.
c.       Transparansi, adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara dengan inforamasi yang terbuka untuk publik.
d.      Responsiveness, lembaga public harus mampu merespon kebuthan masyarakat, penyelesaian harus mengutamakan cara dialogmusyawarah menjadi consensus.
e.       Persamaan hak, pemerintahan harus menjamin bahwa semua pihak, anpa terkecuali, dilibatkan di dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan.
f.       Efektivitas dan efisiensi, pemerintahan harus efektif (abash) dan efesien dalam memproduksi output berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keunagan negara, dll.
g.      Akuntabilitas, suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya. Imlementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang terjadi pada organisasi dan secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tertentu, sebagai antisipasi terhadap tuntutan pihak-[ihak yang berkepentingan.
Menurut Institute on Govenance (1996), sebagaimana di kutip Nisjar (1997), untuk menciptakan good governance perlu diciptakan hal-hal sebagai berikut :
a.       Kerangka kerja tim (team work) antarorganisasi, depertemen, dan wilayah.
b.      Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam masyarakat negara yang bersangkutan.
c.       Pemahaman dan komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggungjawab bersama dan kerjasama dalam suatu kerepaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
d.      Adanya dukungan dan sistem imbalan yang menandai untuk mendorong terciptanya kemampuan dan keberanian menanggung risiko (risk taking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistik dapat dekembangkan.
e.       Adanya pelayanan adminstrasi masyarakat public yang berorientasi pada masyarakat, mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan kepada asas pemerataan dan keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap professional, dan tidak memihak (non-partisipan).






























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut unsur-unsur kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur negara atau birokrat.
Tujuan dari adanya reformasi birokrasi yaitu sebagai upaya dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan ideal yaitu good governance.
Good governance memiliki tiga komponen dalam pelaksanaannya sebagai suatu sistem yang harus saling bekerja sama menjaga keseimbangan dan saling mengontrol. Tiga komponen tersebut yaitu pemerintah (government), rakyat (citizen), dan usahawan (business). Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding, dipastikan terjadi pembiasan dan konsep good governance tersebut.
B.     Rekomendasi
Untuk memperbaiki kesalah dalam pembuatan makalah ini kami memohon dengan penuh hormat kepada semua pihak baik dosen pengampu mata kuliah birokrasi ataupun rekan-rekan seperjuangan untuk dapat ikut serta memberikan kritikan dan masukan dalam perbaiki  makalah ini.
Di harapkan dengan adanya reformasi birokrasi, pemerintahan yang baik, efektif, efisien dan terbebas dari praktek KKN dapat diwujudkan sebagai upaya menuju good governance.








DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Zaidan. 2013. Manajemen Pemerintahan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
Ridwan, Junarsa dan Sodik Sudrajat, Ahmad. 2012. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.
Santoso, Panji. 2012. Administrasi Publik. Bandung: PT Refika Aditama.
Sulaiman, Asep. 2013. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Fadillah Press.
Wibawa, Samodra. 2009. Administrasi Negara: Isu-Isu Kontemporer . Yogyakarta: Graha Illmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Konsep Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Istilah Sosiologi pertama kali dikenalkan oleh Auguste Comte (tetapi dalam catatan Sejarah, E...